Lelah? Capek? bukan!
Tapi ini letih, ini perih. Bukan tersayat atau luka hingga leukositku tak mampu mengering dikulit. Letih juga perih ini karena kau! Kau yang lepas. Bukan lepas dari sangkar atau tahanan jeruji listrik juga bukan dari ikatan tangan yang menyiksa.
Sempat kau tanyakan "mengapa" padaku. Tidakkah kau merasa, bahwa itu katamu? Bukankah kau berpikir aku mampu? Dan adakah kau tau, ini maumu!
JAngan pernah kau tanyakan aku yang dulu. Karena "dia" telah bermetamorfosa menjadi sosok yang mandiri! Seperti mimpi, ini mimpimu!
Apa guna mata jika kau tak melihat? Dan apa juga guna bibirmu jika kau tak berucap? Sulitkah bagimu untuk melihat kenyataan? Atau tak mampkah dirimu ungkapkan perasaan?
Sejauh ini aku bertahan, kurasa telah cukup. Ini cukup mengisyaratkan aku letih dengan sifat juga sikap yang kian membuat perih hati. Tidakkah kau peduli pada hati yang perih dan raga yang letih?
Mengapa-- aku selemah ini? Serapuh kapur yang zatnya telah dimakan mineral.
Terganggukah jiwamu, hingga kau tak mau tau? Ini semua inginmu, itu yang ku yakini. Jika memang benar, begini adanya. Aku tak sanggup. Aku tak mampu.
Bahagialah, tertawalah, bersenanglah bersama dia atau mereka yang kini ada untuk gantikan aku atau kami. Kobarkan apimu, nyalakan lampumu yang pernah redup, dan keringkan sisa kainmu yang pernah basah.
Ku relakan apa yang pernah ada, untukmu, dia juga mereka. Takkan ku hapus luka itu, sakit itu, duka itu, senand itu, tawa itu, liar itu, merana itu. Karna itu wasiatmu. Karna itu sisa hasratmu, karna itu harta yang kau tinggalkan
Berlarilah menuju dia atau mereka. dan jauh dari aku. Aku yang tak kau mengerti kini. Aku yang membuat pilu hatimu yang rindu. Aku yang hancurkan dan curi bahagia juga ktenaranmu.
Benci aku, caci aku, maki aku, lupakan aku. Jika memang itu maumu. Tapi maafkan aku jika tak lakukan yang kau lakukan. Karna itu terlalu berat, untuk jadi kenyataan hidup ku.
Akan kusimpan dalam kotak biru, sebagai tanda aku merasa pilu. Ku tata rapi hingga waktu menjadikannya usang atau kelabu ditutupi debu. ini yang ku pendam padamu. Ya, hanya dirimu. Karna aku rasakan semua ini padamu. Telah ku tahan untuk tak berkoar, tapi maaf sekarang sudah tak sanggup. Karna sudah tak cukup untuk otakku menampung. Dengan keegoisan yang ku punya aku mengaku, kini hatiku biru.
Dan untuk kamu atau mereka. Ku titipkan cerita itu pada hati yang tulus, pada raga yang kuat, pada tangan yang halus untuk membelai wajahnya. Jangan sakiti dia, seperti dia menyakitiku. KArna dia terlalu rapuh untuk merasakan itu. Jaga dia. Lindungi moral dan otaknya agar tak lagi dia jatuh terjerumus terlalu dalam.
Tapi ini letih, ini perih. Bukan tersayat atau luka hingga leukositku tak mampu mengering dikulit. Letih juga perih ini karena kau! Kau yang lepas. Bukan lepas dari sangkar atau tahanan jeruji listrik juga bukan dari ikatan tangan yang menyiksa.
Sempat kau tanyakan "mengapa" padaku. Tidakkah kau merasa, bahwa itu katamu? Bukankah kau berpikir aku mampu? Dan adakah kau tau, ini maumu!
JAngan pernah kau tanyakan aku yang dulu. Karena "dia" telah bermetamorfosa menjadi sosok yang mandiri! Seperti mimpi, ini mimpimu!
Apa guna mata jika kau tak melihat? Dan apa juga guna bibirmu jika kau tak berucap? Sulitkah bagimu untuk melihat kenyataan? Atau tak mampkah dirimu ungkapkan perasaan?
Sejauh ini aku bertahan, kurasa telah cukup. Ini cukup mengisyaratkan aku letih dengan sifat juga sikap yang kian membuat perih hati. Tidakkah kau peduli pada hati yang perih dan raga yang letih?
Mengapa-- aku selemah ini? Serapuh kapur yang zatnya telah dimakan mineral.
Terganggukah jiwamu, hingga kau tak mau tau? Ini semua inginmu, itu yang ku yakini. Jika memang benar, begini adanya. Aku tak sanggup. Aku tak mampu.
Bahagialah, tertawalah, bersenanglah bersama dia atau mereka yang kini ada untuk gantikan aku atau kami. Kobarkan apimu, nyalakan lampumu yang pernah redup, dan keringkan sisa kainmu yang pernah basah.
Ku relakan apa yang pernah ada, untukmu, dia juga mereka. Takkan ku hapus luka itu, sakit itu, duka itu, senand itu, tawa itu, liar itu, merana itu. Karna itu wasiatmu. Karna itu sisa hasratmu, karna itu harta yang kau tinggalkan
Berlarilah menuju dia atau mereka. dan jauh dari aku. Aku yang tak kau mengerti kini. Aku yang membuat pilu hatimu yang rindu. Aku yang hancurkan dan curi bahagia juga ktenaranmu.
Benci aku, caci aku, maki aku, lupakan aku. Jika memang itu maumu. Tapi maafkan aku jika tak lakukan yang kau lakukan. Karna itu terlalu berat, untuk jadi kenyataan hidup ku.
Akan kusimpan dalam kotak biru, sebagai tanda aku merasa pilu. Ku tata rapi hingga waktu menjadikannya usang atau kelabu ditutupi debu. ini yang ku pendam padamu. Ya, hanya dirimu. Karna aku rasakan semua ini padamu. Telah ku tahan untuk tak berkoar, tapi maaf sekarang sudah tak sanggup. Karna sudah tak cukup untuk otakku menampung. Dengan keegoisan yang ku punya aku mengaku, kini hatiku biru.
Dan untuk kamu atau mereka. Ku titipkan cerita itu pada hati yang tulus, pada raga yang kuat, pada tangan yang halus untuk membelai wajahnya. Jangan sakiti dia, seperti dia menyakitiku. KArna dia terlalu rapuh untuk merasakan itu. Jaga dia. Lindungi moral dan otaknya agar tak lagi dia jatuh terjerumus terlalu dalam.
Intania Permata Mariyono
Sidoarjo, 15 Oktober 2009
Sidoarjo, 15 Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar