Kamis, 28 Maret 2013

Menjadi tua itu pasti


Tulisan ini saya buat pada 3 februari 2013, pada 9:52 pm
Dua hari yang lalu banyak pesan masuk untuk mengucapkan selamat ulang tahun, selamat menempuh hidup baru dan sebagian lagi mengirim kalimat doa. Begitu baik. Mereka mengingat hari itu, dimana dua pasang kaki dan tangan diperkenankan Tuhan untuk menjalani tugas sebagai khafilah dibumi Nya.
Kesuksesan belum ku raih hari itu. Hanya sedang dicoba untuk diraih. Dengan mimpi dan ilmu, ku tantang segala mitos dan kerancuan fakta. Bersama doa yang selalu teriring dari kedua orang tua setiap usai fardlu mereka. Setiap tengadahan tangan disetiap tundukan bahkan air mata mereka. Setiap buliran air mata itu membawa kerinduan, bagi anaknya yang berjuang berteman baik dengan jarak.
Dengan sabar hari ku warnai dengan abu. Menanti ada cerah yang bisa ku bawa kepangkuan ayah dan ibu. Agar senyum mereka terkembang. Hatinya gembira, karena kerinduan itu akan ku balas dengan kebanggaan. Alun doanya selama ini terbalas dengan intan permata yang terbungkus dalam maha karya bagi kota tempat ku melanting tinggi, nanti.
Bukan perkara jauh kedua malaikat itu berpeluh. Juga tidak karena ribuan keterbatasan yang harus kami rasakan karena hijrah ku. Tapi karena aku perempuan kecil yang rapuh, namun berhati keras. Yang jika sudah bulat kemauannya, akan bersikeras dan memperjuangkan mimpi. Bukan untuk kelayakan hidup duniawi. Sederhana. Hanya untuk mengangkat harkat dan martabat orang tua ku, keluarga mereka dan bangsa ini. Indonesia, Negara yang nanti akan ku bantu untuk berubah menjadi Negara madani.
Kawan. Mereka yang kini temani hariku, bisa saja marah. Karena aku lama tak kembangkan senyum bagi kedua bola mata mereka. Seperti dua tahun yang lalu. Atau, mungkin saja mereka merindukan semua pemikiranku yang frontal seperti aku tau esok akan jadi apa. Tapi nanti, saataku pantas bertemu mereka, akan kuberikan senyum terindah ku. Akan ku dedikasikan bakat ku, karena mereka yang memasak ku hingga aku mampu seperti hari itu.
Kakak. Sedang bertumbuh dari hari ke harinya. Membawa pembelajaran indah bagi ku, yang belum bisa sempurna sebagai wanita lemah lembut. Kemauannya begitu banyak, rumit untuk diketahui apa maksudnya. Karena dua atau empat dari sembilan bagi ku begitu lama. Ku tunggu.
Gelora, aku dan syair. Sedang ku selesaikan untuk membunuh keinginan ku menemani teman imajiner. Entah dia lelaki atau perempuan. Tapi dia ada untuk katakan, bahwa aku punya dia, bakat ku yang tak banyak mereka ketahui. Menulis.
Gelora yang temani kesenangan ku. Menghadiri sunyi yang ada untuk bisa sampaikan bahwa aku tak pantas bersedih. Dia membawa semua yang dia punya, bukan untuk kesenangan ku. Tapi untuk masa itu, dihari aku butuh dia jika aku jengah akan rutinitas detik akhir.
Aku. Bukan judul buku, tapi hanya aku. Sebutan pengganti tunggal yang ku ubah menjadi jamak ketiga. Entah akan jadi apa dia esok. Tapi yang pasti, senyumnya indah, matanya berbinar, anggun lenggok langkah kakinya. Bukan aku penciptanya, tapi Dzat Yang Maha Agung, Maha Kekal. Ditanamkan aku didalam hati dan benak ku, aman dan terjaga.
Aku tidak manja, tidak egois, juga tidak keras kepala. Aku penurut, selalu melakukan apa yang ku ingin aku lakukan. ‘bahagia’ dan aku pun bahagia. Dan perintah yang lain, yang ku minta aku bisa lakukan untuk ku. Aku berteman baik dengan syair, namun keindahan selalu menolaknya kasar. Tapi aku tak pernah sedih. Dialah aku, terbaik dari hatiku.
Dan syair. Mengalir indah dalam waktu yang tepat. Satu kelemahannya, dia tidak konsisten didunia yang putih. Dunianya, kehidupan yang sesungguhnya, disitu takdirnya, dunia putih. Ada batas, tapi bukan untuk menakutinya. Dia muda, ringkih, labil dan fluktuativ. Jadi batas itu remang namun ada sebagai pegangannya, agar keindahan mampu menerimanya.
Syair ku selalu indah, menari gemulai dengan pasangannya, pena. Mengerti kemana dia harus berproses didalam tubuh ku. Dari mata ini, berjalan lincah beraturan ke otak, menyapanya dan kemudian turun. Menyebar dari otak melalui syaraf ku mneuju bagian – bagian dalam hatiku dan dikirim secara cepat pada jari – jari kecil. Dia tak mau sendiri, meski dia besar dan kuat.
Saat sepi dan jengah, ku terdiam, bersholawat dan mengingat. Tuhan masih berikan kesempatan untuk ku bernafas hari ini, seperti doa ku setiap pagi. Tak selalu menulis yang ku lakukan. Terbatas karena rasa malu. Dan dua hari yang lalu, kusadari. Menjadi tua itu pasti
--o—o—o—o—o—o—o—o—o—o—o—o—o—o—o—o _ _
Kemarin ku temukan diatas kertas, dengan tanggal 17/08/12 :
“ya Rabb jika hamba sedang menyayangi seseorang, jagalah rasa sayang itu agar tak melebihi sayang hamba pada Mu. ya Rabb jika hamba sedang mencintai seseorang, jagalah cinta itu agar tak melebihi cinta hamba pada Mu. apakah lukanya sudah kering ya Rabb? Jika memang, jaga dia dan hatinya. Pertemukan dia dengan hati yang lembut yang mampu merawatnya. Jaga mereka dalam pelukan kasih sayang, yang dilandasi nama Mu, rasul Mu, syariat Mu dan larangan Mu.” ABE
21 __ 21__21__21__21__21__21__21__21__21__21__21
Bukan hadiah hebat yang ku harap. Tapi doa tulus dari mereka yang hebat dan peduli terhadap masa depan ku. Terima kasih mamak, ayah, ukhtiy dan hubby. Untuk beibo, partner incredible 2010, sahabat kepompong ku, dan mafiosolista. kuGank!  Juga lelaki baik hati M.H.Y ┌▪▪┐
Hadiah tahun ini; roti dari incredible 2010, perahu kertas dari M.H.Y, buku rectoverso dari partner, angrybirds saving place dari ukhtiy dan hubby. barakallah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar